Dmagz.id (Surabaya) – Perkembangan terbaru perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Kambing Etawa tahun 2017 senilai Rp 9,2 milyar memasuki bapak baru. Terdakwa Syamsul Arifin, dan Mulyanto Dahlan, mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Surabaya.

Dua pejabat Kabupaten Bangkalan, Syamsul Arifin dan Mulyanto Dahlan yang didakwa bersalah melawan hukum pada putusan sebelumnya karena telah dianggap terbukti melanggar Pasal 3  Undang Undang Tindak Pidana Korupsi, junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP masing masing divonis 4 tahun dan 6 bulan, dengan denda sebesar Rp 100 juta, subsidier 1 bulan kurungan. Vonis ini  lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum masing-masing dituntut 6,6 tahun penjara, serta denda sebesar Rp 300 juta, Subsidier 3 bulan dan membayar uang pengganti (UP) kepada Syamsul Arifin sebesar Rp 3,7 miliar dan  Mulyanto Dahlan sebesar Rp 4,6 miliar.

Pada tanggal 6 Mei 2020, terdakwa Syamsul Arifin melalui Kuasa hukumnya Agus Saleh, SH. dan Achmad Budi santoso, SH., MH. dari Kantor Hukum SM&P Law Office mengajukan banding. Dmagz. Id secara exclusive bertemu dan bertanya Budi, yang juga merupakan Wakil Ketua DPC Peradi Kota Besar Surabaya.

Tentang keputusan mengajukan Banding yang dilakukan dua terdakwa, Budi menyatakan bahwa putusan ini tidak tepat secara hukum dan jauh dari nilai-nilai hukum dari bukti yang terungkap dipersidangan. Bahkan, menurutnya hal ini bahkan berpotensi akan menimbulkan problema hukum baru.

Lebih jauh untuk memperoleh penjelasan secara lengkap, Dmagz.id mengajukan beberapa pertanyaan, dan berikut petikan dialog lengkap dengan Achmad Budi santoso, SH., MH.

Baca juga : https://dmagz.id/umum/dua-mantan-pejabat-pemkab-bangkalan-pelaku-korupsi-kambing-etawa-divonis-46-tahun

Apa yang bapak maksud  dengan tidak tepat secara hukum?

B : Baik terima kasih. Setelah kami pelajari dan ikuti proses persidangan, banyak fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan sebagai bukti yang nyata dan benar. Bahwa dalam surat dakwaan dan surat tuntutan, ada suatu fakta yang sangat signifikan dan menentukan yang sengaja disamarkan atau bahkan, disembunyikan atau dikaburkan oleh jaksa penuntut umum.

Apa yang dikaburkan pak?

B : Telah terungkat secara nyata dalam persidangan melalui keterangan saksi pokok Hadi Wiyono dan Roby Hendryawan dan saksi lainnya yang diberikan dibawah sumpah pada pokoknya bahwa ide dan rencana untuk memberikan kambing etawa kepada seluruh desa di kabupaten Bangkalan (273 desa) adalah awalnya ide dari Bupati Bangkalan saat itu. Demikian juga tentang telah tersedianya Kambing Etawa dan harga Kambing Etawa semuanya proses pengadaannya  bukan dari kewenangan yang dimiliki terdakwa Syamsul Arifin, apalagi untuk mengundang seluruh Camat se-Kabupaten Bangkalan dan seluruh kepala desa se-Kabupaten Bangkalan untuk hadir dan mengadakan pertemuan untuk membahas dan menjelaskan manfaat pemeliharaan Kambing Etawa sampai pemberian Kambing Etawa yang diselenggarakan di Gedung Pendopo Kabupaten Bangkalan. Juga, dihadiri oleh hampir semua kepala dinas dan pejabat terkait seperti asisten pemerintahan Kabupaten Bangkalan dan kepala desa se-Kabupaten Bangkalan.

Terdakwa Syamsul Arifin secara nyata sesuai jabatannya, hanyalah memproses pengganggarannya. Adalah lucu jika terdakwa Syamsul Arifin, dalam dakwaannya dan tuntutannya Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa ide, yang mengundang dan yang bertanggungjawab untuk pemberian bantuan Kambing Etawa adalah dari terdakwa Syamsul Arifin. Jabatan apa yang dimilikinya sehingga punya kewenangan untuk mengundang ke Pendopo Pemerintahan Kabupaten Bangkalan.

Apakah fakta inilah yang dianggap dikaburkan atau disamarkan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum?

B : Iya, fakta inilah yang menjadi tanda tanya kenapa tidak diurai secara jelas dan terang dalam surat dakwaan maupun tuntutannya bahwa kesemuanya ide, undangan pertemuan dan rencana pemberian kambing etawa itu bukan dari terdakwa Syamsul Arifin.

Apa pengaruhnya bagi hasil putusan Pengadilan?