Dmagz.id – Dalam kontestasi pilpres 2019, lagi-lagi kita disuguhkan rivalitas dua kandidat calon presiden yang sebelumnya juga bersaing memperebutkan kursi tertinggi dalam hirarki pemerintahan Republik Indonesia yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Dua tokoh nasional dengan masing-masing latar belakang mencoba berkompetisi untuk menjadi yang terbaik dari yang baik. Semua arah dukungan pun dari beragam lini dicoba untuk diperebutkan tak terkecuali Pulau Madura. Pulau kecil di Jawa Timur, salah satu etnis yang memiliki pulau kecil tapi dengan populasi ras yang menyebar di seantero Nusantara, bahkan diluar negeri.
Bagaimana arah dukungan dari masyarakat Madura dalam kontestasi pilpres 2019?
Yuk kita analisa dari beberapa sudut pandang atau simbol-simbol yang bisa dianggap sebagai representasi saja.
Kyai Dan Blater Dalam Kultur Masyarakat Madura.
Apa makna dan arti dari kata Blater sebenarnya?
Secara definisi Blater bermakna, Ramah atau Mudah Bergaul. Sedangkan dalam bahasa Madura Blater juga berarti Jago atau Hebat.
Sedangkan Kyai dalam makna katanya adalah sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai dl agama Islam). Dikutip dari Wikipedia.
Lalu apa Korelasinya?
Penulis akan mengutip tulisan dari Abdur Rozaki dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Institute for Research and Empowerment Yogyakarta yang penulis kutip dari kyotoreview.org tentang sudut pandang kultur budaya Madura dilihat dari perspektif dua peran Kyai dan Blater.
Menurut yang ditulis Abdur Rozali, di kyotoreview.org, dua hal tersebut didasari oleh dua hal yang sangat mendasar yaitu
Kekerasan dan Religiusitas pada masyarakat Madura sendiri.
Lengkapnya silahkan baca disini :
https://kyotoreview.org/issue-11/social-origin-dan-politik-kuasa-blater-di-madura/
Lalu sejauh mana peluang dua hal tersebut di kontestasi pilpres saat ini?
Seorang Pengacara di Surabaya, Dr. Syaiful Ma’arif SH.MH. yang kebetulan berasal dari Madura memberikan pandangannya tentang hal tersebut seperti yang penulis tulis dibawah ini.
Menurutnya, Jokowi lebih berperan sangat baik dibandingkan Prabowo dalam merangkul dua hal tersebut diatas, yang notabene menjadi titik kekuatan besar dalam mempengaruhi pemilih di Madura. Misalnya dengan beberapa hal yang ia jelaskan berikut ini, misalnya :
DEKLARASI ULAMA MADURA
Pada Hari Rabu, 19 Desember 2018 lalu, Joko Widodo atau Jokowi, secara mengejutkan menerima dukungan dari beberapa rombongan kyai dan Ulama se-Madura. Hal ini ditandai dengan adanya deklarasi dukungan terhadap Jokowi yang dilaksanakan di Kabupaten Bangkalan, Kabupaten paling Barat Pulau Madura. Jokowi datang dan menghadiri deklarasi para kyai dan ulama Madura di Gedung Rato Ebuh, Madura, Jawa Timur.
Baca juga : https://dmagz.id/politik/ulama-se-madura-deklarasi-dukung-jokowi-di-pilpres-2019/
Peran dukungan ini, di inisiasi oleh salah seorang perempuan putri dari seorang kyai dan ulama juga, sekaligus mantan presiden ke-4 Indonesia, Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal Gus Dur yaitu Yenny Wahid.
Deklarasi dukungan untuk capres Jokowi-Ma’ruf juga dihadiri oleh beberapa tokoh Jawa Timur, seperti Gubernur Jawa Timur terpilih, Khofifah Indar Parawansa yang juga merupakan Ketua Muslimat Nahdhatul Ulama (NU) yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia, bahkan mungkin dunia. Serta juga Ir. La Nyalla Mattalitti Ketua Kadin Jawa Timur dan sekaligus juga Salah satu tokoh sentral organisasi Pemuda Pancasila.
Karena ini adalah forum kyai dan ulama, maka hadir beberapa ulama dari 4 Kabupaten yang ada di Madura. Dari Bangkalan, di antaranya KH. Muhammad Faishal Anwar, KH. Zubair Muntashor, KH. Abdul Azhim Kholily, R.KH. Fakhrillah Aschal, KH. Abdul Muhaimin Makki, dan KH. Syaifuddin Damanhuri.
Kyai dan ulama dari Sampang yang hadir antara lain KH. Syafiuddin Wahid, Jabir Ali Ridha, KH. Mamak Muafi, KH. Ja’far Wahid, KH. Fauzan Zainal, Wasik Masrai.
Sedangkan Kyai dan ulama dari Pamekasan yang diundang, yaitu KH. Afifuddin Toha, KH. Muhdlar Qarib, KH. Ja’far Fauzi, KH. Hamid Mannan, KH. Taufiq Hasyim, KH. Misbahul Munir LC, KH. Hadari Ramli.
Dan dari Sumenep yang hadir dalam deklarasi mendukung Jokowi – Ma’ruf ini antara lain KH. Moh. Taufiq Rahman Fm, KH. Panji Taufiq, KH. Syafraji, KH. Imam Hasyim, KH. Abdul Muqshid, dan KH. Imam Khodri.
Tentang latar belakang dukungan, menurut Dr. Syaiful Ma’arif seperti yang ia jelaskan adalah sebagai berikut :
1. Kepemimpinan nasional harus memegang teguh konsep persatuan dalam konsep NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan terbebas ideologi pemecah belah.
2. Konsep persatuan dan kesatuan ini telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa sebagai fungsi nasionalis-religius, religus-nasionalis.
3. Sudah lahirnya pasangan calon presiden dan wakil presiden kompeten dari kalangan nasionalis berprestasi dan ulama-ekonom terkemuka.
Baca juga disini : https://dmagz.id/politik/3-fakta-yang-tentang-kunjungan-jokowi-ke-madura/
Lalu bagaimana dengan arah dukungan dari Blater di Madura?
Dikutip dari lontarmadura.com tentang bagaimana blater dalam kultur budaya Madura ditulis sebagai berikut :
“Memang kalangan blater tidak menaruh hubungan yang diamteral dengan kalangan kyai. Bahkan dalam banyak kasus, sebagian besar blater adalah keluaran pondok pesantren atau setidak tidaknya menjalin hubungan dengan kyai guna mendapatkan ilmu kesaktian sebagai cara memenangkan carok. Sehingga tak mengherankan jika sebagian blater juga menempatkan kyai sabagi “patron”, khususnya kyai kyai yang memberikan andil bagi transformasi ilmu kepada sang blater. Ada berbagai cara yang digunakan oleh pihak blater untuk menaikkan kewibawaannya, disamping merapat ke kyai mereka juga membangun berbagai sarana ibadah seperti masjid dan panti asuhan.”
Dari sisi lain, Muhammad Kosim, yang pada tahun 2012 (saat tulisan itu ditulis) sebagai Dosen tetap pada Jurusan Tarbiyah STAIN Pamekasan dan peserta program Doktor Studi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, dalam tulisannya dikutip juga dari researchgate.net sebagai berikut :
“Antara kyai dan blater terdapat “relasi”. Dalam sejarahnya yang panjang, relasi antar keduanya berlangsung rumit dan kompleks.”
Sedangkan dari sudut pandang Dr. Syaiful Ma’arif, dalam kontestasi pilpres 2019 ada simbol-simbol yang merepresentasikan dominasi dua ikon sosial masyarakat Madura tersebut dengan beberapa hal. Misalnya salah satu adalah efek pembebasan tarif jembatan Suramadu, yang langsung menurutnya memiliki efek langsung kepada masyarakat Madura.
Hal tersebut menurutnya adalah representasi umum yang bisa dibaca kemana arah dukungan masyarakat Madura di pilpres mendatang. Alasannya, menurutnya cukup sederhana karena pembebasan tarif jembatan Suramadu yang menyambungkan antara Surabaya dan Madura adalah inisiatif forum komunitas masyarakat Madura, yang tentunya dari beragam latar belakang yang ada. Melalui Ikatan Keluarga Madura (IKAMA) yang di mediasi oleh Yenny Wahid, merupakan salah satu pencapaian politik masyarakat Madura yang selama ini selalu dipandang sebelah mata.
“Dua unsur sosial baik Kyai atau Blater, menurut saya akan merasa diakomodir kepentingannya dengan pembebasan tarif jembatan Suramadu tersebut.” Jelas Dr. Syaiful Ma’arif.
Baca juga : https://dmagz.id/umum/masyarakat-madura-mendukung-keputusan-penggratisan-suramadu-oleh-jokowi/
LK-Surabaya.