Dmagz.id – Seperti hendak menentukan waktu awal Puasa Ramadhan, terlihatnya hilal menjadi syarat mutlak untuk memulai, bersamaan dengan itu metode baku sebagai “guide” yang di pakai antara Hisab dan Ru’yah, bedanya adalah Ru’yah menggunakan indra pengelihatan/obsevasi satunya Hisab menggunakan metoda perhitungan bagusnya kedua metode tersebut sama sah dan bakunya.

Melihat realitas politik nasional beberapa minggu terakhir pasca Pilpres dan Pileg 2019 usai, soalah mengingatkan kita pada penentuan hilal awal puasa ramadhan, anggap saja perhitungan versi Quick Count yang observatif dan prediktif sebagai hasil produk ilmiah sedang metode Ru’yah yang merupakan produk ilmiah dan Rekapitulasi/Real Count KPU sebagai metode Hisapnya, mengingat ada dua pasang capres cawapres yang berlaga dan saling mengklaim kemenangan masing-masing.

Kubu 01 semisal mengklaim menang berdasar atas terlihatnya hilal yang di laporkan oleh hitung cepat/Quick Count 12 Lembaga Survey independent dengan persentase rata-rata perolehan 56.%, sedangkan kubu 02 juga mengklaim berhasil melihat hilal berdasar Exit Poll internal dengan kemenagan 62%,

Menariknya adalah kubu 02 mengulang kejadian pilpres 2014 dengan lebih dulu melakukan sebrasi hingga tiga kali deklarasi kemenangan yang di akhiri dengan sujud syukur, Padahal legitimasi resmi/hisab penentuan hilal/kemenangan masih menunggu sidang isbat atau hasil Rekapitulasi/Real Count yang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Ihwal klaim kemenangan 02 tambah hari kian berubah, menurun dari angka 62% terakhir menjadi 56%, sedang 01 malah cenderung konsisten, tak hanya sampai disitu perang opini antara Tim Kampanye Nasional (TKN) 01 dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 semakin mengeras jual beli serangan dengan strategi dan teknik tingkat dewa tak terelakkan

Mengamati kondisinya kubu 01 satu cenderung bertahan sesekali melakukan serangan balik yang kalau kita jeli melihat sebenarnya justru lebih mematikan, sedang 02 malah sebaliknya menyerang dengan hantamkromo dan membabi buta, ada Empat Battle yang mencolok dan menarik untuk kita ulas

Baca Juga : Ma’ruf Amin Efek Dalam Kemenangan Jokowi 2019

Battle I Quick Count Vs Exit Poll

Diawali dirilisnya hasil Quick Count Lembaga Survey Nasional diatas jam 15.00 tanggal 17 April 2019 yang serempak menangkan 01, Hasil Quick Count tersebut cukup membuat 02 meradang, seolah tak mau kalah demi membentuk opini public bahwa pemenangnya adalah 02.

Isu mulai digoreng dengan menuduh 12 Lembaga survei quick count tidak independent, ada main mata (kongkalikong) serta pesanan “byorder” dari 01. Karena menurut data hasil Exitpoll dan Quick Count Internal 02 mereka justru unggul di angka 76%

Kemudian setalah isu itu bergulir, panas kuping yang diderita oleh para praktisi Lembaga survey yang dituduh tak senonoh, sontak bereaksi dengan menantang 02 untuk saling buka dapur metode dan data untuk adu kevalidan.

Namun sayangnya pada perjalanannya Tim 02 tak sehebat isu yang digemborkan, mereka keok baru baru seperempat perjalanan, tidak mampu mengimbangi para praktisi lembaga survey yang professional dibidangnya, alhasil strategi tuduh ini seolah menjadi senjata makan tuan dan menguntungkan 01.

Battle II Tuduh KPU Tidak Netral

Battle I dimenangkan 01, tapi tak menyurutkan semangat 02 yang tetap kekeh bahwa merekalah pemenangnya, serangan terus berlanjut tanpa kendor, sasaran berikutnya adalah KPU sebagai penyelenggara resmi dituduh melakukan kecurangan terstruktur, sistematis dan masiv

Tebrukti ada penggelembungan suara yang menguntungkan 01 dengan banyak input data yang salah, isu ini terus dipanggang untuk menciptakan persepsi masyarakat agar tidak memprcayai KPU sebagai Lembaga penyelenggara Resmi Pemilu.

Tak lama, dengan tangkasnya Ketua KPU RI menjawab tudingan dengan cukup mengatakan “Masak kalau kita curang kita publikasikan ? kesalahan input data itu murni Human Error” kemudian KPU dengan gerak cepat mulai memperbaiki data salah input tersebut.

Alhasil setelah kelar diperbaiki, tak banyak merubah keadaan, 76% situng yang dilakukan oleh KPU, ternyata jarak kekalahan kubu 02 tetap lebar dengan selisih lebih kurang 14,9 juta suara dari kubu 01. Sekali lagi strategi ini tak cukup memberikan keberhasilan Signifikan dalam merubah situasi.

Battle III  Ijtima’ Vs Multaqo

Kemudian Narasi yang dibangun adalah seputar politik identitas yaitu isu agama seperti sejak awal, tetapi strategi ini juga bernasip sama antiklimaks, maka dengan rasa yang hampir putus asa lahirlah ijtima’ Ulama III yang menghasilkan rekomendasi “Ngawur” karena tidak sesuai dengan fungsi ulama yang seharusnya mengayomi.

Rekomendasi yang dihasilkan bukannya memberikan rasa sejuk pasca pemilu, justru sebaliknya meminta bawaslu mendiskualifasi kubu 01 dan menuduh KPU melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif, akibatnya masyarakat tak sedikit yang percaya dan terprovokasi dengan hasil ijtima’ ulama tersebut, sehingga menimbulkan kegaduhan ditengah masyarakat

Merespon kejadian tersebut, sebagai penyeimbang sekaligus untuk menjawab kebingungan dan kegaduhan ditengah masyarakat agar tidak terjadi perpecahan dan konflik saudara, Nahdlatul Ulama (NU) yang dikenal toleran dan moderat menjawab itu semua dengan menggelar Mulaqo Ulama dan Habaib untuk meluruskan isu yang berpontensi menghasut masyarakat agar tak percaya lembaga pemerintah.