Dmagz.id – Faktor keamanan adalah faktor utama untuk hajat besar lima tahunan bangsa Indonesia. Pemilihan presiden yang selalu digelar setiap lima tahun sekali.
Kenapa?
Salah satu alasannya adalah, tensi tinggi dukungan dari seluruh rakyat Indonesia berpotensi memunculkan gesekan dan berpotensi menjadi konflik.
Seyogyanya, ini menjadi tugas pokom pihak keamanan dalam hal ini adalah TNI dan Polri. Tapi, tidak serta merta hal ini hanya menjadi tanggung jawab dua institusi negara ini. Tapi, peran serta masyarakat sangatlah penting untuk terus menjaga kondusifitas agar tetap tercipta rasa keamanan bersama.
Ada beberapa hal yang perlu jadi perhatian kita semua, terutama para stakeholder yang akan menentukan baik dan buruknya kualitas pemilu Indonesia kali ini, dan kedepannya. Berikut pesan Kapolri Tito Karnavian, dalam menghadapi pemilu 2019 kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya stakeholder dalam pemilu kali ini.
Banyak pihak yang akan menjadi stakeholder dalam hal pemilu ini. Pemilu berlangsung aman kalau stakeholders melaksanakan fungsi masing-masing dengan objektif.
Pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU), yaitu penyelenggara pemilihan yang menjadi lembaga paling disorot dalam kontestasi demokrasi dan pemilihan Umum.
KPU harus selalu menjadi penyelenggara yang baik dan netral. Independensinya harus dijunjung tinggi, agar tak menyulut potensi konflik. Keputusan-keputusannya harus adil, agar tidak menimbulkan konflik sosial dimasyarakat, atau konflik hukum antara kandidat yang bertanding.
Yang kedua Bawaslu yang juga harus menjadi wasit yang baik. Menjadi pengawas yang benar-benar objektif dalam memonitor setiap regulasi yang diberlakukan oleh KPU.
Yang ketiga, dan lebih penting adalah, para kontestan, baik pilpres maupun pileg. Serta, partai pendukung, massa pendukung, harus lebih bijaksana untuk banyak menggunakan kampanye positif, menghindari bahkan jangan sampai mengunakan kampanye hitam atau black campaign.
Keempat, pemerintah daerah harus juga pro-aktif mengakomodasi anggaran dan fasilitas untuk penyelenggara pemilu agar efektif dan tepat waktu.
Yang kelima, peran serta yang paling vital adalah, aparat keamanan TNI, Polri, dan BIN yang harus mampu meredam dan memprediksi ancaman serta menetralisasi segala kemungkinan yang mengancam keamanan masyarakat pada umumnya, khususnya seluruh kontestan dalam kontestasi politik Indonesia saat ini. Bahkan, gerakan politik yang mungkin saja berpotensi mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Misalnya, seperti berita yang heboh beberapa hari lalu, tentang kasus penganiyaan yang akhirnya menyeret Ratna Sarumpaet yang awalnya adalah korban, tapi akhirnya menjadi tersangka, karena terbukti menyebarkan informasi HOAX secara sengaja. Jika hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin ini akan sangat berpotensi menjadi ancaman nasional karena efek dari berita ini faktanya sudah dilahap habis oleh salah satu kubu capres dan tim suksesnya.
Kasus yang menyeret Ratna Sarumpaet bukan hanya sekedar kasus politik. Dan bahkan tak memiliki nilai politik sama sekali. Jika isu terus dikembangkan, dan polisi tak segera membongkarnya maka yang jadi pertaruhan adalah citra baik bangsa Indonesia dimata dunia. Padahal akhir-akhir ini jadi sorotan dunia, dan positif. Dengan suksesnya pagelaran event Asian games, Asian Para-games, dan setelah itu persiapan pertemuan IMF di Bali pada waktu itu.
Bahkan, Dr. Syaiful Ma’arif, SH.CN.MH wasekjen DPN PERADI, sekaligus Ketua Forum Profesional Peduli Bangsa, bersama dengan segenap Konsorsium Kader Gus Dur di Jawa Timur beberapa hari yang lalu melakukan diskusi kebangsaan bersama. Hasilnya adalah meminta pemerintah untuk menjadikan 03 Oktober sebagai HARI ANTI-HOAX NASIONAL.
Kesigapan kepolisian bisa membongkar skenario politik ini harus kita apresiasi. Apakah pihak keamanan dalam hal ini polisi berpolitik?
Bukan konteks politiknya, tapi domain hukum yang lebih diutamakan oleh kepolisian dalam membongkar hal ini, agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan di kalangan masyarakat.
Pada akhirnya, kita semua dapat belajar dengan kasus tersebut, bahwa dalam konteks bernegara yang memiliki kebebasan hak untuk bersuara, tidak serta merta diumbar sebebas-bebasnya, yang akhirnya juga memunculkan konsekuensi buruk terhadap keutuhan berbangsa dan bernegara, baik secara pribadi ataupun dalam ranah sosial. Berpolitik yang santun, akan lebih bermartabat, karena ini juga akan berefek untuk membangkitkan kepercayaan bangsa lain kepada bangsa Indonesia.
Selanjutnya keenam adalah peran dari media. Peran media juga merupakan komponen vital dalam pelaksanaan pemilu. Sebagai media sarana penyampai informasi yang selalu ditunggu oleh masyarakat, media harus menjadi sarana yang juga independen, dan mampu menyampaikan informasi secara objektif. Dan media harus juga memberikan suguhan-suguhan informasi yang mendinginkan. Bukan semakin memanaskan suasana dalam tensi politik yang tinggi.
Ketujuh adalah peran tokoh-tokoh masyarakat dan ormas yang memiliki peran sangat penting dan vital dalam hal mendinginkan suasana, tanpa perlu membuat narasi-narasi provokatif kepada pihak lawan politiknya, yang berpotensi memunculkan perpecahan, dan saling curiga antar masyarakat. Tokoh-tokoh ini, harus menjadi jembatan yang bijaksana, agar kebhinekaan yang menjadi indentitas bangsa Indonesia terus lestari dan majemuk.
Bicara pelaksanaan event demokrasi yang melibatkan banyak orang, dan seluruh rakyat Indonesia, pastinya ada beberapa hal yang akan menjadi kendala dan kekhawatiran semua pihak.
Beberapa kendala misalnya, jika ada pihak yang tidak bisa menahan diri dan menggunakan kampanye provokatif, kemudian penyelenggara tidak netral.
Yang paling utama, kami mendorong mesin untuk mendinginkan tadi, jelas Kapolri Tito Karnavian. Makanya, kami melakukan koordinasi terus-menerus dengan stakeholders sambil menyiapkan pasukan, peralatan, dan memetakan kerawanan.
Semoga pemilihan umum 2019, akan berjalan lancar, tak ada halangan satu apapun. Kepada pihak keamanan, selamat bertugas.
LK- SURABAYA