Dmagz.id (Surabaya) – Pembahasan RUU Cipta Kerja harus dikawal secara kritis berbagai kelompok masyarakat. Dalam proses ini, DPR diminta terbuka terhadap berbagai masukan agar pasal-pasal yang dianggap berpotensi merugikan pihak tertentu atau menimbulkan masalah, dapat diperbaiki.
Demikian antara lain poin diskusi yang digelar Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) yang digelar Kamis (23/04/2020) pukul 13.00 WIB secara virtual.
Diskusi ini menghadirkan pembicara Rektor UAI Asep Saefuddin, dan pakar hukum yang juga Wakil Rektor UAI Agus Surono. Tak kurang dari 100 peserta mengikuti diskusi ini terdiri dari dosen, mahasiswa Ilkom dan Magister Hukum FH UAI, dan kalangan umum.
‘’Memang saat ini fokus kita, pemerintah juga DPR pada masalah Covid-19. Tapi menurut saya, perlu membahas ini secara terbuka seperti dalam diskusi ini. Tujuannya agar lebih banyak lagi orang paham dan juga masalah-masalah yang muncul dari RUU bisa diperbaiki dengan mengedepankan kepentingan rakyat,’’ kata Asep Saefudin yang juga profesor Statistik Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
Dalam diskusi yang bertema ‘’Mengenal Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Urgensi, Masalah dan Keberimbangan Informasi Tentangnya’’ ini, Asep menyatakan bahwa RUU Cipta Kerja digagas antara lain untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja, dan menghidupkan dunia usaha. Karena itu dibutuhkan pemikian jernih, obyektif dan netral dalam membahasnya.
‘’Kita tidak bicara politiknya, sebagai akademisi melihatnya dari perspektif yang jernih. Bahwa ada yang tidak setuju, ada juga yang sebaliknya. Maka sebaiknya dibahas secara detil, komprehensif hingga celah persoalannya hilang atau minimal. Kalau diangap ada bagian yang keliru, diberi masukan lalu diperbaiki,’’ kata anggota Dewan Etik Perhimpunan Survey Opini Publik Indonesia (Persepi) itu.
‘’Publik harus mengerti soal RUU Omnibus Law ini secara jelas. Karena itu perlu ada keberimbangan informasi juga. Makanya, diskusi ini sangat baik supaya para mahasiswa, anak muda juga lebih paham peta masalahnya,’’ tambahnya.
Sementara Agus Surono sebagai pembicara utama diskusi mengatakan, Omnibus Law merupakan peraturan perundangan yang mengandung lebih dari satu muatan pengaturan. Karena itu sifatnya multi sektor, terdiri dari banyak pasal, mandiri terikat atau minimum terikat dengan peraturan lain serta menegasikan, atau mencabut sebagian dan atau keseluruhan peraturan lain. Di sinilah pentingnya perhatian semua pihak